Friday, January 8, 2016
Kerusakan Lingkungan Karena Lumpur Lapindo
Etika Bisnis
Etika adalah suatu cabang yang dari filosofi yang berkaitan dengan kebaikan (rightness) atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Etika dapat diartikan sebagai aturan aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik atau buruk. Etika bisnis adalah standar – standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis merupakan dunia yang berbeda dimana saatnya para pelaku bisnis merubahnya menjadi sinergi antara etika dengan laba. Dimana reputasi perusahaan yang baik dan dilandasi oleh etika bisnis merupakan competitive adventage bagi para pelaku bisnis.
Etika bisnis merupakan penerapan secara langsung tanggung jawab social suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Etika pergaulan dalam melaksakan bisnis disebut etika pergaulan bisnis.
Dunia Bisnis hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu ada suatu tanggung jawab sosial yang dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang memperhatikan lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir ini diributkan adanya pergeseran dalam etika bisnis, yang dikatakan makin merosot. Merosotnya rasa solidaritas, tanggung jawab sosial dan tingkat kejujuran di kalangan kelompok bisnis merupakan gejala yang makin parah, permainan cek kosong, utang tidak dibayar, merupakan gejala umum, dan meruntuhkan teori-teori tentang solidaritas, baik solidaritas finansial, komersial, dan moral.
Dalam dunia bisnis semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan tidak jujur dari sesamanya. Praktek manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi dengan moral tinggi. Moral dan tingkat kejujuran rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri. Masalahnya ialah tidak ada hukuman yang tegas terhadap pelanggaran etika tersebut, karena nilai hanya ada dalam hati nurani seseorang.
Orang-orang bisnis diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya dalam masyarakat. Harus ada etik dalam menggunakan sumber daya yang terbatas di masyarakat dan apa akibat dari pemakaian sumber daya tersebut, apa akibat dari proses produksi yang ia lakukan.
Sumber daya alam ini dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Jika sumber daya alam ini disalahgunakan, maka sumber daya alam akan berakibat fatal dan merugikan segala pihak, dan sebaliknya. Dan ini terjadi pada bencana Lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa Timur. Sumber daya alam (minyak bumi dan gas) yang terjadi pada kasus lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo ini bersifat merugikan yang dikarenakan adanya kesalahan prosedur saat pengeboran gas dan minyak bumi. Lumpur Lapindo ini dapat mengakibatkan pengaruh yang berakibat fatal pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak terjadinya lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa Timur ini mengakibatkan segala aktivitas – aktivitas baik industri, pabrik, fasilitas-fasilitas umum dan sosial, dan lain-lain pada daerah lingkupan lumpur lapindo tersendat atau terhenti
Kasus Lumpur Lapindo
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006. Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas.
Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi, Indonesia. Lumpur juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Perusahaan terkesan lebih mengutamakan penyelamatan asset-asetnya daripada mengatasi masalah lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Namun Lapindo Brantas akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Lapindo akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang terendam lumpur.
Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka.
Kronologi Terjadinya Luapan Lumpur
Sebenarnya ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadinya luapan lumpur lapindo, seperti kaitannya dengan gempa Yogyakarta yang berlangsung pada hari yang sama, aspek politik yaitu eksplorasi migas oleh pemerintah, dan aspek ekonomis yaitu untuk menghemat dana pengeluaran, maka PT Lapindo sengaja tidak memask selubung bor (casing) pada sumur BPJ-1.
Salah satu dari ketiga perkiraan yang sudah umum diketahui banyak orang tentang penyebab meluapnya lumpur lapindo di Porong Sidoarjo 29 Mei 2006 lalu adalah PT Lapindo Brantas yang waktu itu sedang melakukan kegiatan di dekat lokasi semburan.
Kegiatan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas waktu iu adalah pengeboran sumur Banjar Panji-1 (BPJ-1) pada awal maret 2006, kegiatan tersebut bekerjasama dengan perusahaan kontraktor pengeboran yaitu PT Medici Citran Nusantara.
Dugaan atas meluapnya lumpur tersebut kepada PT Lapindo Brantas adalah kurang telitinya PT Lapindo dalam melakukan pengeboran sumur dan terlalu menyepelekan. Dua hal tersebut sudah tampak ketika rancangan pengeboran akhirnya tidak sesuai dengan yang ada dilapangan. Rancangan pengeboran adalah sumur akan dibor dengan kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk bisa mencapai batu gamping. Lalu sumur tersebut dipasang casing yang bervariasi sesuai dengan kedalaman sebelum mencapai batu gamping.
Awalnya, PT Lapindo sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, 20 inchi pada 1195 kaki, 16 inchi pada 2385 kaki dan 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Namun setelah PT Lapindo mengebor lebih dalam lagi, mereka lupa memasang casing. Mereka berencana akan memasang casing lagi setelah mencapai/menyentuh titik batu gamping. Selama pengeboran tersebut, lumpur yang bertekanan tinggi sudah mulai menerobos (blow out), akan tetapi PT Lapindo masih bisa mengatasi dengan pompa lumpur dari PT Medici.
Dan setelah kedalam 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. PT Lapindo mengira target sudah tercapai, namun sebenarnya mereka hanya menyentuh titik batu gamping saja. Titik batu gamping itu banyak lubang sehingga mengakibatkan lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur dari bawah sudah habis, lalu PT Lapindo berusaha menarik bor, tetapi gagal, akhirnya bor dipotong dan operasi pengeboran dihentikan serta perangkap BOP (Blow Out Proventer) ditutup. Namun fluida yang bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sehingga fluida tersebut harus mencari jalan lain untuk bisa keluar. Itu lah yang menyebabkan penyemburan tidak hanya terjadi di sekitar sumur melainkan di beberapa tempat. Oleh karena itu terjadilah semburan lumpur lapindo.
Dampak Luapan Lumpur Lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Luapan lumpur terjadi pertama kali pada 2006 hingga memaksa sekitar 60 ribu orang mengungsi. Tidak hanya itu, masih banyak dampak lain yang timbul akibat bencana ini, diantaranya adalah :
1. Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
2. Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
3. Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah.
4. Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.
5. Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong. Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
6. Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
7. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
8. Berubahnya suhu udara yang semakin panas, yang bercampur bau lumpur.
9. Mayoritas warga sekitar lumpur kini begitu akrab dengan sesak nafas dan batuk. Sekalipun belum ada korban meninggal akibat ISPA, namun batuk ‘jamaah’ yang diidap warga sulit untuk disebut wajar.
10. Pencemaran air di kawasan sekitar bencana yang menyebabkan air menjadi tidak layak lagi dikonsumsi.
Dari kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas merupakan penyabab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo malah berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
.
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.
Kesimpulannya :
Hubungan bisnis antara PT. Lapindo Brantas dengan masyarakat jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial. Hubungan bisnis antara PT. Lapindo Brantas dengan masyarakat tidak sesuai dengan konsep dan persyaratan etika bisnis yaitu kontrak sosial perusahaan terhadap pembayaran ganti rugi atas tanah, rumah dan aktivitas usaha masyarakat yang tidak bias digunakan/di huni lagi.
Dalam mengatasi masalah lumpur panas yang melibatkan lingkungan, ekonomi dan bisnis sebaiknya PT. Lapindo melakukan sinergi antara pemerintah dan lembaga – lembaga terkait dalam mengasi masalah lingkungan yang diakibatkan oleh pengeboran PT. Lapindo Brantas. Untuk badan otorisasi pemerintah sebaiknya mengkaji lebih dalam manfaat dan resiko atas kegiatan yang melibatkan kepentingan lingkungan dan masyarakat luas.
Sumber : https://www.academia.edu/11904600/Kasus_Lumpur_Lapindo_-_Materi_Etika_Bisnis_dan_Tanggung_Jawab_Sosial
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
No comments:
Post a Comment